Beberapa
puluh tahun lalu nasi (beras) masih dianggap simbol gengsi dan harga
diri. Kalau tidak makan nasi, kita malu. Takut dianggap kere,
miskin dan tidak mampu. Seiring dengan meningkatnya pendidikan dan
pengetahuan penduduk, kini masyarakat semakin mandiri terhadap pilihan
pangan mereka. Menyantap bahan makanan pokok non-nasi, yang dulu
dianggap rendahan (inferior), kini bisa dilakukan dengan penuh percaya
diri.
Namun bagaimanakah sesungguhnya nasib para pesaing nasi ini di tempatnya masing-masing?
Jagung: kaya serat, berlimpah gizi
Memilih
jagung sebagai makanan pokok seharusnya membanggakan. Dibanding beras,
jagung lebih banyak mengandung gizi, termasuk vitamin dan mineral.
Kandungan seratnya lebih tinggi. Jagung lebih unggul dari beras dalam
kandungan protein, vitamin B1, betakaroten, kalsium, dan zat besi.
Penduduk
Pulau Madura dulu mengutamakan jagung sebagai makanan pokok. Jagung
pipil kering biasanya digiling hingga menjadi “beras jagung”, yakni
jagung pecah sebesar butiran-butiran beras. Setelah direndam hingga
empuk, “beras jagung” campur beras diaroni bersama air secukupnya hingga
kesat dan setengah masak. Selanjutnya, aronan “beras jagung” dikukus
hingga masak dan menjadi nasi jagung.
Selain
Madura, sebagian penduduk Jawa Timur lainnya juga menyantap nasi jagung
sebagai makanan pokok. Sebagian lainnya, seperti di Malang, penduduk
menikmati jagung sebagai nasi ampog. Bedanya dengan nasi jagung, nasi ampog
dibuat dari tepung jagung tradisional. Setelah direndam hingga empuk
dan ditiriskan, jagung pipil ditumbuk halus tanpa diayak. Cukup dengan
ditampi dan diinteri (tepung diputar) menggunakan nyiru
untuk mendapatkan bagian tepung jagung halus. Nah, tepung jagung
tradisional ini kemudian diperciki air masak hingga lembap, lalu dikukus
hingga masak. Jadilah nasi ampog.
Warung Mbak Jam termasuk salah satu tempat populer untuk menikmati nasi ampog di Malang. Lokasinya di tengah Pasar Dinoyo. Sepiring nasi ampog disajikan bersama urap sayuran, sayur lodeh, dan bali tahu, dilengkapi rempeyek teri dan rempeyek kacang. Hmm enaknya…
Ubi jalar: ubi bakar, nasi ubi
Umbi
manis ini menjadi makanan pokok penduduk Lembah Baliem, Papua. Mereka
menyantapnya sebagai ubi bakar, bersama lauk hewani bakar – cara memasak
tradisional yang mereka kuasai. Sayangnya, mereka tidak makan juga
daunnya sebagai sayuran. Padahal, daun ubi jalar alias ketela rambat
bisa menjadi pelengkap nutrisi dari umbinya.
Rasa
manis ubi jalar menjadi penanda tingginya kadar karbohidrat sederhana
mudah cerna. Hal ini menjadikan ubi jalar lebih cepat memberikan energi
bagi tubuh dibanding makanan pokok lainnya.
Meskipun
kandungan proteinnya tidak tinggi, ubi jalar memiliki keunggulan dalam
kandungan mineral, khususnya kalsium, fosfor, dan zat besi. Kandungan
betakarotennya pun sangat menonjol. Kelebihan ini menjadi penopang
rendahnya penderita anemia –terutama anemia gizi besi– dan gangguan
penglihatan di antara penduduk penyantap makanan pokok ubi jalar. Akan
lebih bagus jika nutrisi daunnya juga terkonsumsi, karena warna hijau
gelap daun ubi jalar mengisyaratkan tingginya kadar kalsium, zat besi,
dan betakaroten.
Di
Bali, terutama warung-warung di pantai, nasi ubi menjadi makanan
favorit para pelancong. Cincangan ubi jalar yang dicampurkan ke dalam
nasi disajikan bersama masakan sayuran dan lauk-pauk khas Bali.
Kentang: makanan pokok “bule”
Kebiasaan
kolonial menyantap kentang sebagai makanan pokok ternyata tidak
berjejak pada kebiasaan makan penduduk Indonesia. Sebagian kecil saja
hidangan akulturatif Indonesia yang memanfaatkan kentang sebagai makanan
pokok pendamping, seperti selat solo, bestik – biasanya dilengkapi
setup (sayuran) dan kentang ongklok, galantin dengan pure kentang.
Kentang belum menjadi pilihan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia, kecuali ketika mereka menikmati fast food. Hanya terbatas kalangan berada yang sering menyantap makanan pokok kentang ketika mereka menikmati steak.
Sesekali penduduk menikmati kentang lebih banyak ketika menyantapnya sebagai kudapan (snack),
antara lain berupa kroket kentang atau pastel tutup. Selebihnya secara
tradisional kentang masih dianggap sebagai bagian dari sayuran. Misalnya
untuk campuran sup, soto betawi, atau semur.
Selain
kaya karbohidrat sumber kalori dan mudah mengenyangkan, nutrisi kentang
biasa saja. Kalah unggul dari jagung maupun ubi jalar. Walaupun
demikian, kentang layak dimasukkan dalam daftar menu harian pengganti
nasi, karena mudah didapat dan harganya relatif murah.
Sebagian
penduduk justru sudah lazim menyantap kentang hitam sebagai makanan
pengenyang, meskipun bukan sebagai makanan pokok. Kentang hitam –sering
disebut kentang kumis, karena umbinya masih ditempeli sedikit akar
serabut– nutrisinya lebih baik daripada kentang. Karena lazim disantap
utuh bersama kulitnya, kentang hitam lebih kaya serat. Kentang hitam
berukuran sebesar ibu jari tangan. (N)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar